Kisah Ima Matul Maisaroh, korban penganiayaan asal Malang yang kini jadi penasehat Obama

Hari ini, 26 Juli 2016, perempuan asal Desa Gondanglegi, Malang, Jawa Timur, Ima Matul Maisaroh berpidato di depan puluhan ribu delegasi dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat yang digelar di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS). Begini kisah Ima yang pernah jadi korban penganiayaan oleh majikan itu bisa masuk panggung politik AS?

Ketika berusia 17 tahun, tepatnya pada tahun 1997,  ima menerima tawaran bekerja sebagai pramuwisma untuk seorang pengusaha interior desainer asal Indonesia yang bermukim di Los Angeles.

“Sejak sampai di Bandara LAX, paspor saya sudah ditahan oleh majikan saya,” kata Ima sebagaimana dilansir situs komunitas warga Indonesia di Amerika, IndonesianLantern.

Disiksa majikan

Selama tiga tahun, Ima harus bekerja lebih dari 12 jam. Hampir setiap hari, ia disika dan dipukuli majikannya, warga keturunan. Ima harus menerima pukulan dan tamparan berkali-kali untuk sebuah kesalahan kecil.

“Sampai sekarang, bekas luka di kepala masih bisa dilihat,” kata Ima.

Pada 2000, perempuan ini nekat menyisipkan sebuah notes kecil berisi ‘permintaan tolong’ kepada seorang penjaga bayi tetangganya. Tetangga inilah yang menolong Ima melarikan diri dari rumah majikannya dan mengantarkannya ke kantor CAST.

‘’Waktu itu saya tidak bawa paspor,’’ ujar Ima melanjutkan dirinya beberapa bulan tinggal di rumah penampungan kaum gelandangan, Ima akhirnya tinggal di rumah layak dan bekerja di CAST.

Agar paspornya dikembalikan sang majikan, Ima berpura-pura pulang ke Indonesia. Ditemani seorang agen FBI, Ima bertemu majikannya di Bandara LAX.

‘’Saya juga dipasangi alat penyadap untuk merekam seluruh pembicaraan,’’ tutur Ima dengan bahasa Inggris yang rapi.

Singkat cerita, sang majikan memberinya tiket pesawat sekali jalan ke Tanah Air dan berjanji hendak mengirim uang gajinya, setelah Ima tiba di Malang, Jawa Timur. Tapi sang majikan tak pernah membayar gaji Ima karena ia tak pulang ke Malang.

“Saya hanya masuk ke ruang di dalam bandara dan keluar lagi,” tutur Ima yang akhirnya tidak mau menuntut majikannya yang berlaku kasar itu.

Menurut dia FBI tidak bisa menahan majikannya, karena Ima tidak menuntutnya.

“Prosesnya cukup berbelit dan membutuhkan saksi mata yang jelas. Dan aksi kekerasan itu terjadi di dalam rumah tanpa diketahui banyak orang. Lagipula bekas-bekas luka saya dianggap kurang menunjukkan luka serius, meski terdapat bekas luka di kepala,” kisahnya.

Ima tetap tegar. Sebaliknya, karier dia sebagai aktivis makin menanjak dan berhasil diundang ke berbagai pertemuan tingkat tinggi di Washington DC.

 Ima Matul Maisaroh bersama presiden AS, Barack Obama. (IndonesianLantern.)
Ima Matul Maisaroh bersama presiden AS, Barack Obama. (IndonesianLantern.)

Dengan status barunya sebagai aktivis Ima bertemu para pejabat tinggi seperti Menteri Luar Negeri John Kerry, bahkan Presiden Barrack Obama.

Sejak 2012 dia menjadi staf CAST (Coalition to Abolish Slavery & Trafficking). Ima menjabat sebagai koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia CAST.

Sejak Desember 2015 dia diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih bersama 10 anggota lainnya.

 

KOMENTAR SPAM DAN KOMENTAR YANG BERSIFAT MENYERANG PIHAK LAIN DAN/ATAU SARA, LANGSUNG KAMI HAPUS. TERIMA KASIH.